Lansia mengalami penurunan kemampuan dalam beberapa hal, misalnya menurunya kecepatan dimana hilangnya sel-sel pada sumsum tulang belakang memperlambat gerak refleks. Seseorang yang berusia 80 tahun berjalan lebih lambat dibandingkan pada masa mudanya. Penurunan kedua terjadi pada melambatnya proses berpikir. Namun pengaruh tersebut dapat dicegah dengan kebiasaan melatih otak untuk berpikir. Orangtua yang sehat tidak akan kehilangan kemampuan memberikan pertimbangan dan berpikir abstrak. Kosakata, keterampilan berhitung, daya nalar, hasil pendidikan, dan pengalamannya akan berfungsi terus sampai ajang menjelang.
Bahkan kemampuan verbal
dapat meningkat sesuai pertambahan usia dan inilah yang sering disebut sebagai
kearifan nasihat orangtua. Namun hanya sedikit orang yang tahu bahwa tidak ada
hubungan antara perubahan fisik dan kondisi psikologis mereka. Seringkali
kondisi psikologi mereka terpengaruh karena meras terbuang dan penerimaan yang kurang dari keluarga dan lingkungan.
Akan tetapi tidak dapat
dipungkiri bahwa perubahan fisik pada lansia itu membuat mereka melakukan
peninjauan kembali siapakah aku saat ini? Apa yang diharapkan orang dari aku?
Apa yang aku inginkan terhadap diriku sendiri?
Salah satu alasan mengapa
lansia merasa perlu meninjau kembali masa lalunya untuk mengubah strategi
perilaku adalah bahwa identitas dan kemerdekaan mereka terancam. Ia akan
melihat pilihan yang tersedia baginya menjadi lebih sedikit. Kadangkala hal
tersebut mebuat lansia egois dan kurang peduli pendapat orang lain mengenai
mereka. DI satu sisi ada keinginan untuk tetap aktif agar dapat mempertahankan
harga dirinya, namun disisi lain keinginan untuk menarik diri dari
ikatan-ikatan sosial dan menikmati hidu[ yang lebih senggang juga menggoda
memreka.
Neurgatten dalam
Bukunya The Meaning of Age (1996),
kaum lansia menurut kemampuan mereka dalam menyesuaikan diri mencakup 8 macam
pola penyesuaian sebagai berikut :
1.
Utuh-terbuka : peneysuaian diri yang
paling berhasil dilakukan oleh pribadi yang utuh, matang,luwes dan kehidupan
batin yang kaya. Mereka terbuka terhadap hal-hal baru, tidak emosional, menata
kembali pola hidup dan menggat kegiatan lama dengan yang baru. Misalnya menarik
diri dari bidang usaha lalu masuk ke organisasi sosial.
2.
Utuh-terfokus : memperoleh kepuasan
dengan memilih satu atau dua bidang kegiatan saja. Misalnya, menarik diri dari
pekerjaan maupun keanggotaan berbagai perkumpulan dan menyambut baik kesempatan
untuk hidup dengan bahagia dan penuh bersama keluarga.
3.
Utuh-terlepas : meninggalkan dengan
sengaja ikatan-ikatan sosial. Mereka adalah orang yang mampu mengatur dirinya
sendiri, tidak berpikiran sempit, mempunyai perhatian pada dunia sekitar,
tetapi tidak mau terjerat dalam interaksu sosial.
4.
Perisai. Lansai yang bekerja keras,
berambisi, dan memiliki sensitivitas terhadap kecemaasan serta desakan hati.
Bagi beberapa orang diantara mereka, menua merupakan suatu ancaman dan kepuasan
diperoleh dengan berpegang pada pola hidup di masa muda mereka.
5.
Benteng. Dengan sengaja membatasi
interaksi sosial dan tidak mau mencari pengalaman baru. Strategi ini dilihat
dari berbagai cara yang paling sedikit dan mereka cukup puas dengan tingkat
kegiatan yang rendah
6.
Pasif-bergantung. Selalu berusaha mencari pertolongan agar dapat hidup
senang dengan kegiatan berintensitas sedang dan kepuasan yang cukup selama
mereka mempunyai kemampuan seseorang untuk bersandar.
7.
Tidak
acuh. Pola pasif dan apatis menandai mereka yang ada di kelompok ini. Mereka
malas untuk berbuat sesuatu dan melepaskan tanggung jawab kepada orang lain.
8.
Tidak
utuh. Dengan pola penuaan yang tidak terorganisasi, mereka sedikit sekali
melakukan kegiatan, sedikit memperolah kepuasaan dan tak dapat menguasai perasaan
ataupun berpikiran secara jernih.
Sumber : Halim, DK. 2008. Psikologi
Lingkungan Perkotaan. Jakarta : PT Bumi Aksara