الثلاثاء، 19 مارس 2013

Lansia Dalam Sudut Pandang Psikologi

Lansia mengalami penurunan kemampuan dalam beberapa hal, misalnya menurunya kecepatan dimana hilangnya sel-sel pada sumsum tulang belakang memperlambat gerak refleks. Seseorang yang berusia 80 tahun berjalan lebih lambat dibandingkan pada masa mudanya. Penurunan kedua terjadi pada melambatnya proses berpikir. Namun pengaruh tersebut dapat dicegah dengan kebiasaan melatih otak untuk berpikir. Orangtua yang sehat tidak akan kehilangan kemampuan memberikan pertimbangan dan berpikir abstrak. Kosakata, keterampilan berhitung, daya nalar, hasil pendidikan, dan pengalamannya akan berfungsi terus sampai ajang menjelang.

Bahkan kemampuan verbal dapat meningkat sesuai pertambahan usia dan inilah yang sering disebut sebagai kearifan nasihat orangtua. Namun hanya sedikit orang yang tahu bahwa tidak ada hubungan antara perubahan fisik dan kondisi psikologis mereka. Seringkali kondisi psikologi mereka terpengaruh karena meras terbuang dan penerimaan  yang kurang dari keluarga dan lingkungan.
Akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan fisik pada lansia itu membuat mereka melakukan peninjauan kembali siapakah aku saat ini? Apa yang diharapkan orang dari aku? Apa yang aku inginkan terhadap diriku sendiri?
Salah satu alasan mengapa lansia merasa perlu meninjau kembali masa lalunya untuk mengubah strategi perilaku adalah bahwa identitas dan kemerdekaan mereka terancam. Ia akan melihat pilihan yang tersedia baginya menjadi lebih sedikit. Kadangkala hal tersebut mebuat lansia egois dan kurang peduli pendapat orang lain mengenai mereka. DI satu sisi ada keinginan untuk tetap aktif agar dapat mempertahankan harga dirinya, namun disisi lain keinginan untuk menarik diri dari ikatan-ikatan sosial dan menikmati hidu[ yang lebih senggang juga menggoda memreka.

Neurgatten dalam Bukunya The Meaning of Age (1996), kaum lansia menurut kemampuan mereka dalam menyesuaikan diri mencakup 8 macam pola penyesuaian sebagai berikut :
1.      Utuh-terbuka : peneysuaian diri yang paling berhasil dilakukan oleh pribadi yang utuh, matang,luwes dan kehidupan batin yang kaya. Mereka terbuka terhadap hal-hal baru, tidak emosional, menata kembali pola hidup dan menggat kegiatan lama dengan yang baru. Misalnya menarik diri dari bidang usaha lalu masuk ke organisasi sosial.
2.      Utuh-terfokus : memperoleh kepuasan dengan memilih satu atau dua bidang kegiatan saja. Misalnya, menarik diri dari pekerjaan maupun keanggotaan berbagai perkumpulan dan menyambut baik kesempatan untuk hidup dengan bahagia dan penuh bersama keluarga.
3.      Utuh-terlepas : meninggalkan dengan sengaja ikatan-ikatan sosial. Mereka adalah orang yang mampu mengatur dirinya sendiri, tidak berpikiran sempit, mempunyai perhatian pada dunia sekitar, tetapi tidak mau terjerat dalam interaksu sosial.
4.      Perisai. Lansai yang bekerja keras, berambisi, dan memiliki sensitivitas terhadap kecemaasan serta desakan hati. Bagi beberapa orang diantara mereka, menua merupakan suatu ancaman dan kepuasan diperoleh dengan berpegang pada pola hidup di masa muda mereka.
5.      Benteng. Dengan sengaja membatasi interaksi sosial dan tidak mau mencari pengalaman baru. Strategi ini dilihat dari berbagai cara yang paling sedikit dan mereka cukup puas dengan tingkat kegiatan yang rendah
6.      Pasif-bergantung. Selalu berusaha mencari pertolongan agar dapat hidup senang dengan kegiatan berintensitas sedang dan kepuasan yang cukup selama mereka mempunyai kemampuan seseorang untuk bersandar.
7.      Tidak acuh. Pola pasif dan apatis menandai mereka yang ada di kelompok ini. Mereka malas untuk berbuat sesuatu dan melepaskan tanggung jawab kepada orang lain.
8.      Tidak utuh. Dengan pola penuaan yang tidak terorganisasi, mereka sedikit sekali melakukan kegiatan, sedikit memperolah kepuasaan dan tak dapat menguasai perasaan ataupun berpikiran secara jernih.

Sumber : Halim, DK. 2008. Psikologi Lingkungan Perkotaan. Jakarta : PT Bumi Aksara