BELAJAR
A.
Pengertian
Belajar
- James
O. Whittaker, belajar adalah dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah
melalui dan atau pengalaman.
- Cronbach,
learning is shown by change in behaviour as a result of experience.(belajar
adalah suatu aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai
hasil dari pengalaman.
- Howard
L.Kingsley mengatakan bahwa learning is the process by which behaviour (in
the broader sense) is originated or change through practice or training. (Belajar
adalah proses dimana tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah
melalui praktek atau latihan.
- Geoch,
learning is change is performance as a result of practice.
- Dr.
Slameto, belajar adalah suatu usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman
individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
B. Hakikat Belajar
Dari sejumlah pengertian belajar yang telah diuraikan, ada kata
yang sangat penting untuk dibahas pada bagian ini, yakni kata
"perubahan" atau change.
seseorang yang melakukan aktivitas belajar dan diakhir dari
aktivitasnya itu telah memperoleh perubahan dalam dirinya dengan pemilikan
pengalaman baru, maka individu itu dikatakan telah belajar. Tetapi perlu
diingatkan, bahwa perubahan yang terjadi akibat belajar adalah perubahan yang
bersentuhan dengan aspek kejiwaan dan mempengaruhi tingkah laku. Sedangkan
perubahan tingkah laku akibat mabuk karena meminum minuman keras, akibat gila,
akibat tabrakan, dan sebagainya, bukanlah kategori belajar dimaksud.
Akhirnya, dapat disimpulkan bahwa hakikat belajar adalah perubahan
dan tidak setiap perubahan adalah sebagai hasil belajar.
C. Ciri-Ciri Belajar
Ada beberapa perubahan tertentu yang dimasukkan ke dalam ciri-ciri
belajar, yaitu :
1. Perubahan yang Terjadi Secara Sadar
Ini berarti individu yang belajar akan menyadari. Terjadinya
perubahan itu atau sekurang-kurangnya individu merasakan telah terjadi adanya
suatu perubahan dalam dirinya. Misalnya ia menyadari bahwa pengetahuannya
bertambah, kecakapannya bertambah, kebiasaannya bertambah.
2. Perubahan dalam Belajar Bersifat Fungsional
Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri individu
berlangsung terus menerus dan tidak statis. Suatu perubahan yang terjadi akan
menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan ataupun proses
belajar berikutnya.
3. Perubahan dalam Belajar Bersifat Positif dan Aktif
Dalam perbuatan belajar, perubahan-perubahan itu selalu bertambah
dan tertuju untuk memperoleh suatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan
demikian, makin banyak usaha belajar itu dilakukan, makin banyak dan makin baik
perubahan yang diperoleh. Perubahan yang bersifat aktif artinya bahwa perubahan
itu tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan karena usaha individu sendiri.
4. Perubahan dalam Belajar Bukan Bersifat Sementara
Perubahan yang bersifat sementara (temporer) yang terjadi hanya
untuk beberapa saat saja, seperti berkeringat, keluar air mata, menangis, dan
sebagainya tidak dapat digolongkan sebagai perubahan dalam pengertian belajar.
Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau permanen.
Ini berarti bahwa tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat
menetap.
5. Perubahan dalam Belajar Bertujuan atau Terarah
Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada
tujuan yang akan dicapai. Perubahan belajar terarah pada perubahan tingkah laku
yang benar-benar disadari. 6. Perubahan Mencakup Seluruh Aspek Tingkah Laku
Perubahan yang diperoleh individu setelah melalui suatu proses
belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika seseorang belajar
sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara
menyeluruh dalam sikap kebiasaan, keterampilan, pengetahuan, dan sebagainya.
Misalnya, jika seorang anak telah belajar naik sepeda, maka perubahan yang
paling tampak adalah dalam keterampilan naik sepeda itu. Akan tetapi, ia telah
mengalami perubahan-perubahan lainnya seperti pemahaman tentang cara kerja
sepeda, pengetahuan tentang jenis-jenis sepeda, pengetahuan tentang alat-alat
sepeda, cita-cita untuk memiliki sepeda yang lebih bagus, kebiasaan
membersihkan sepeda, dan sebagainya. Jadi, aspek perubahan yang satu
berhubungan erat dengan aspek lainnya.
D. Teori-Teori Belajar
Teori-teori belajar yang telah dikemukakan oleh para ahli yaitu
sebagai berikut :
1. Teori Belajar Menurut Ilmu Jiwa Daya
Ahli-ahli ilmu jiwa daya mengemukakan suatu teori bahwa jiwa
manusia mempunyai daya-daya. Daya-daya ini adalah kekuatan yang tersedia.
Manusia hanya memanfaatkan semua daya itu dengan cara melatihnya sehingga
ketajamannya dirasakan ketika dipergunakan untuk sesuatu hal. Daya-daya itu
misalnya daya mengenal, daya mengingat, daya berpikir, daya fantasi, dan
sebagainya.
Akibat dari teori ini, maka belajar hanyalah melatih semua daya
itu. Untuk melatih daya ingat seseorang harus melakukannya dengan cara
menghafal kata-kata atau angka, istilah-istilah asing, dan sebagainya. Untuk
mempertajam daya berpikir seseorang harus melatihnya dengan memecahkan
permasalahan dari yang sederhana sampai yang kompleks. Untuk meningkatkan daya
fantasi seseorang harus membiasakan diri merenungkan sesuatu. Dengan usaha
tersebut maka daya-daya itu dapat tumbuh dan berkembang dan tidak lagi bersifat
laten (tersembunyi) di dalam diri.
Pengaruh teori ini dalam belajar adalah ilmu pengetahuan yang
didapat hanyalah bersifat hafalan-hafalan belaka. Penguasaan bahan yang
bersifat hafalan biasanya jauh dari pengertian. Walaupun begitu, teori ini
dapat digunakan untuk menghafal rumus, dalil, tahun, kata-kata asing, dan
sebagainya.
Oleh karena itu, menurut para ahli ilmu jiwa daya, bila ingin
berhasil dalam belajar, latihlah semua daya yang ada di dalam diri.
2. Teori Tanggapan
Teori tanggapan adalah suatu teori belajar yang menentang teori
belajar yang dikemukakan oleh ilmu jiwa daya. Herbart adalah orang yang
mengemukakan teori tanggapan. Menurut Herbart teori yang dikedepankan oleh ilmu
jiwa daya tidak ilmiah, sebab psikologi daya tidak dapat menerangkan kehidupan
jiwa. Oleh karena itu, Herbart mengajukan teorinya, yaitu teori tanggapan.
Menurutnya unsur jiwa yang paling sederhana adalah tanggapan.
Menurut teori tanggapan belajar adalah memasukkan tanggapan
sebanyak-banyaknya, berulang-ulang, dan sejelas-jelasnya. Banyak tanggapan
berarti dikatakan pandai. Sedikit tanggapan berarti dikatakan kurang pandai.
Maka orang pandai berarti orang yang banyak mempunyai tanggapan yang tersimpan
dalam otaknya.
Jika sejumlah tanggapan diartikan sebagai sejumlah kesan, maka
belajar adalah memasukkan kesan-kesan ke dalam otak dan menjadikan orang
pandai. Kesan dimaksud di sini tentu berupa ilmu pengetahuan yang didapat
setelah belajar.
3. Teori Belajar Menurut Ilmu Jiwa Gestalt
Gestalt adalah sebuah teori belajar yang dikemukakan oleh Koffka
dan Kohler dari Jerman. Teori ini berpandangan bahwa keseluruhan lebih penting
dari bagian-bagian. Sebab keberadaan bagian-bagian itu didahului oleh
keseluruhan.
Dalam belajar, menurut teori
Gestalt, yang terpenting adalah penyesuaian pertama, yaitu mendapatkan respons
atau tanggapan yang tepat. Belajar yang terpenting bukan mengulangi hal-hal
yang harus dipelajari, tetapi mengerti atau memperoleh insight. Belajar dengan
pengertian lebih dipentingkan daripada hanya memasukkan sejumlah kesan. Belajar
dengan insight (pengertian) adalah sebagai berikut.
a. Insight tergantung dari kemampuan dasar.
b. Insight tergantung dari pengalaman masa lampau yang relevan
(dengan apa yang dipelajari).
c. Insight hanya timbul apabila situasi belajar diatur sedemikian
rupa, sehingga segala aspek yang perlu dapat diamati.
d. Insight adalah hal yang harus dicari, tidak dapat jatuh dari
langit.
e. Belajar dengan insight dapat diulangi.
f. Insight sekali didapat dapat digunakan untuk menghadapi
situasi¬situasi yang baru.
Prinsip-prinsip belajar menurut teori Gestalt :
a. Belajar berdasarkan keseluruhan
Orang berusaha menghubungkan suatu pelajaran dengan pelajaran yang
lain sebanyak mungkin. Bahan pelajaran tidak dianggap terpisah, tetapi
merupakan satu kesatuan bagian-bagian.
b. Belajar adalah suatu proses perkembangan
Anak-anak baru dapat mempelajari dan merencanakan bila ia telah
matang untuk menerima bahan pelajaran itu. Manusia sebagai suatu organisme yang
berkembang, kesediaannya mempelajari sesuatu tidak hanya ditentukan oleh
kematangan jiwa batiniah, tetapi juga perkembangan anak karena lingkungan dan
pengalaman.
c. Anak didik sebagai organisme keseluruhan
Anak didik belajar tidak hanya intelektualnya saja, tetapi juga
emosional dan jasmaniahnya. Dalam pengajaran modern, selain mengajar guru juga
mendidik untuk membentuk pribadi anak didik.
d. Terjadi transfer
Belajar pada pokoknya yang terpenting penyesuaian pertama, yaitu
memperoleh tanggapan yang tepat. Mudah atau sukarnya problem itu terutama
adalah masalah pengamatan. Bila dalam suatu kemampuan telah dikuasai
betul-betul, maka dapat dipindahkan untuk menguasai kemampuan yang lain. Dengan
kata lain, kemampuan itu dapat dipakai untuk mempelajari hal¬-hal yang lain.
e. Belajar adalah reorganisasi pengalaman
Pengalaman adalah hasil dari suatu interaksi antara anak didik
dengan lingkungannya. Belajar baru timbul bila seseorang menemui suatu
situasi/soal baru dalam kehidupannya.
f. Belajar harus dengan insight
Insight adalah suatu saat dalam proses belajar di mana seseorang
melihat pengertian (insight) tentang sangkut paut dan hubungan¬-hubungan
tertentu dalam unsur yang mengandung suatu prob¬lem.
g. Belajar lebih berhasil bila berhubungan dengan minat, keinginan,
dan tujuan
Hal itu terjadi bila banyak berhubungan dengan apa yang diperlukan
anak didik dalam kehidupan sehari-hari. Di sekolah progresif, anak didik diajak
membicarakan tentang proyek/unit agar tahu tujuan yang akan dicapai dan yakin
akan manfaatnya.
h. Belajar berlangsung terus-menerus
Belajar tidak hanya di sekolah, tetapi juga di luar sekolah. Oleh
karena itu, dalam rangka untuk memperoleh ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya,
anak didik harus banyak belajar, tidak hanya ketika di sekolah, tetapi juga di
luar sekolah. Pihak sekolah harus bekerja sama dengan orang tua di rumah dan di
masyarakat dalam kehidupan sosial yang lebih luas, agar semua turut serta
membantu perkembangan anak secara harmonis.
4. Teori Belajar dari R. Gagne
Dalam masalah belajar, Gagne memberikan dua definisi.
a. Belajar adalah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam
pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku.
b. Belajar adalah pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh dari
instruksi.
Gagne mengatakan bahwa segala sesuatu yang dipelajari oleh manusia
dapat dibagi menjadi lima kategori yang disebut the domainds of learning, yaitu
sebagai berikut ini.
1. Keterampilan motoris (motor skill)
Dalam hal ini perlu koordinasi dari berbagai gerakan badan,
misalnya melempar bola, main tenis, mengemudi mobil, mengetik huruf R.M, dan
sebagainya.
2. Informasi verbal
Orang dapat menjelaskan sesuatu dengan berbicara, menulis,
menggambar; dalam hal ini dapat dimengerti bahwa untuk mengatakan sesuatu itu
perlu inteligensi.
3. Kemampuan intelektual
Manusia mengadakan interaksi dengan dunia luar dengan menggunakan
simbol-simbol. Kemampuan belajar dengan cara inilah yang disebut
"kemampuan intelektual". Misalnya, membedakan huruf m dan n,
menyebutkan tanaman yang sejenis.
4. Strategi kognitif
Ini merupakan organisasi keterampilan yang internal (internal
organized skill) yang perlu untuk belajar mengingat dan berpikir. Kemampuan ini
berbeda dengan kemampuan intelektual, karena ditujukan ke dunia luar, dan tidak
dapat dipelajari hanya dengan berbuat satu kali serta memerlukan
perbaikan-perbaikan terus¬menerus.
5. Sikap
Kemampuan ini tak dapat dipelajari dengan ulangan-ulangan, tidak
tergantung atau dipengaruhi oleh hubungan verbal seperti halnya domain yang
lain. Sikap ini penting dalam proses belajar; tanpa kemampuan ini belajar tak
akan berhasil dengan baik.
5. Teori Belajar Menurut Ilmu Jiwa Asosiasi
Teori asosiasi disebut juga teori sarbond. Sarbond singkatan dari
Stimulus, Respons, dan Bond. Stimulus berarti rangsangan, respons berarti
tanggapan, dan bond berarti dihubungkan. Rangsangan diciptakan untuk
memunculkan tanggapan kemudian dihubungkan antara keduanya dan terjadilah
asosiasi.
Teori asosiasi berprinsip bahwa keseluruhan itu sebenarnya terdiri
dari penjumlahan bagian-bagian atau unsur-unsurnya. Penyatupaduan bagian-bagian
melahirkan konsep keseluruhan. Misalnya, sepeda. Konsep sepeda diberikan untuk
kendaraan roda dua tanpa mesin bermula dari sekumpulan bagian-bagian yang
dirangkai menjadi satu kesatuan komponen yang bersistem, menurut fungsi, dan
peranannya masing-masing. Bagian-bagian yang membentuk konsep sepeda itu di
antaranya adalah pedal, setang, lonceng, rem, ban luar dan dalam, tempat duduk,
jari-jari, lampu, dan rantai.
Dari aliran ilmu jiwa asosiasi ada dua teori yang sangat terkenal,
yaitu teori konektionisme dari Thorndike dan teori con¬ditioning dari Ivan P.
Pavlov.
a. Teori Konektionisme
Thorndike adalah orang yang mengemukakan teori konektionisme. Dan
penelitiannya dia menyimpulkan bahwa respons lepas dari kurungan itu lambat laun
diasosiasikan dengan situasi stimulus dalam belajar coba-coba, trial and error
Inilah kesimpulan Thorndike terhadap perilaku binatang dalam kurungan.
Respons benar lambat laun "tertanam" atau diperkuat
melalui percobaan yang berulang-ulang. Respons yang tidak benar diperlemah atau
"tercabut". Gejala mi disebut "sub-stitusi respons". Teori
itu juga dikenal dengan nama kondisioning instrumental, karena pemilihan suatu
respons itu merupakan alat atau instrumen bagi memperoleh ganjaran.
Ada tiga hukum belajar yang utama dan ini diturunkannya dari
hasil-hasil penelitiannya. Ketiganya adalah hukum efek, hukum latihan, dan
hukum kesiapan.
1. Hukum efek
Hukum ini menyebutkan bahwa keadaan memuaskan menyusul respons
memperkuat pautan antara stimulus dan tingkah laku. Sedangkan keadaan yang
menjengkelkan memperlemah pautan itu. Thorndike kemudian memperbaiki hukum efek
itu, sehingga hukuman tidak sama pengaruhnya dengan ganjaran dalam belajar.
2. Hukum latihan
Hukum ini menjelaskan keadaan seperti dikatakan pepatah
"Latihan menjadi sempurna". Dengan kata lain, pengalaman yang
diulang-ulang akan memperbesar peluang timbulnya respons (tanggapan) yang
benar. Akan tetapi pengulangan-pengulangan yang tidak disertai keadaan yang
memuaskan tidak akan meningkatkan belajar.
3. Hukum kesiapan
Hukum ini melukiskan syarat-syarat yang menentukan keadaan yang
disebut "memuaskan", atau "menjengkelkan" itu. Secara
singkat, pelaksanaan tindakan sebagai respons terhadap suatu impuls yang kuat
menimbulkan kepuasan, sedangkan menghalang¬halangi pelaksanaan tindakan atau
memaksanya menimbulkan kejengkelan.
Jadi, menurut Thorndike dasar dari belajar tidak lain adalah
asosiasi antara kesan panca indra dengan impuls untuk bertindak. Asosiasi ini
dinamakan connecting. Sama maknanya dengan belajar adalah pembentukan hubungan
antara stimulus dan respons, antara aksi dan reaksi. Antara stimulus dan
respons ini akan terjadi suatu hubungan yang erat bila sering dilatih. Berkat
latihan yang terus menerus, hubungan antara stimulus dan respons itu akan
menjadi terbiasa atau otomatis.
Terhadap teori konektionisme ini ada beberapa kelemahan dalam
pelaksanaannya, yaitu:
a. Belajar menurut teori ini bersifat mekanistis '
b. Pelajar bersifat teacher centered (terpusat pada guru)
c. Anak didik pasif
d. Teori ini lebih mengutamakan materi,
.
b. Teori Conditioning
Dalam kehidupan sehari-hari seseorang pasti merasakan sesuatu yang
merangsang air liurnya untuk keluar. Misalnya, bagi para ibu yang sedang
mengandung dan kebetulan mengidam ingin memakan buah-buahan yang asam-asam,
ketika mereka melihat buah asam¬asaman tentu saja air liurnya keluar tanpa
disadari. Keluarnya tentu saja secara refleks. Atau katakan saja refleks
bersyarat. Bagi para pengendara kendaraan bermotor tentu akan berhenti ketika
dia melihat lampu lalu lintas menyala merah dan bergerak setelah dia melihat
lampu lalu lintas menyala hijau. Bagi para perenang dalam suatu perlombaan
renang, mereka akan berhenti setelali mencapai finis. Di sekolah, bagi semua
anak didik bunyi lonceng dalam frekuensi tertentu sebagai tanda masuk,
istirahat atau pulang, maka mereka akan menaatinya.
Teori ini bila diterapkan dalam kegiatan belajar juga banyak
kelemahannya. Kelemahan-kelemahan itu antara lain berikut ini.
1. Percobaan dalam laboratorium berbeda dengan keadaan sebenarnya.
2. Pribadi seseorang (cita-cita, kesanggupan, minat, emosi, dan
sebagainya) dapat mempengaruhi hasil eksperimen.
3. Respons mungkin dipengaruhi oleh stimulus yang tak dikenal.
Dengan kata lain, tidak dapat diramalkan lebih dahulu, stimulus manakah yang
menarik perhatian seseorang.
4. Teori ini sangat sederhana dan tidak mornuaskan untuk
menjelaskan segala seluk-beluk belajar yang teruyata sangat kompleks.
Daftar Pustaka
Djamarah,
Syaiful Bahri. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta : Rineka Cipta