الأحد، 14 أبريل 2013

Jenis-jenis Belajar

E. Jenis-Jenis Belajar
Jenis-jenis belajar dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Belajar Arti Kata-Kata
Belajar arti kata-kata maksudnya adalah orang mulai menangkap arti yang terkandung dalam kata-kata yang digunakan. Pada mulanya suatu kata sudah dikenal, tetapi belum tahu artinya. Setiap pelajar atau mahasiswa pasti belajar arti kata-kata tertentu yang belum diketahui. Tanpa hal ini, maka sukar menggunakannya. Kalaupun dapat menggunakannya, tak urung ditemukan kesalahan penggunaan. Mengerti arti kata-kata merupakan dasar terpenting. Orang yang membaca akan mengalami kesukaran untuk memahami isi bacaan. Karena ide-ide yang terpatri dalam suatu kata atau kalimat hanya dapat dipahami dengan mengerti arti setiap kata. Dengan kata-kata itulah, para penulis atau pengarang melukiskan ide-idenya kepada sidang pmbaca. Oleh karena itu, penguasaan arti kata-kata adalah penting dalam belajar.
2. Belajar Kognitif
Tak dapat disangkal bahwa belajar kognitif bersentuhan dengan masalah mental. Objek-objek yang diamati dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan, atau lambang yang merupakan sesuatu bersifat mental. Dalam belajar kognitif, objek-objek yang ditanggapi tidak hanya yang bersifat materiil, tetapi juga yang bersifat tidak materiil. Objek-objek yang bersifat materiil misalnya antara lain, orang, binatang, bangunan, kendaraan, perabot rumah tangga, dan tumbuh¬tumbuhan. Objek-objek yang bersifat tidak materiil misalnya seperti ide kemajuan, keadilan, perbaikan, pembangunan, dan sebagainya.
Bila tanggapan berupa objek-objek materiil dan tidak materiil telah dimiliki, maka seseorang telah mempunyai alam pikiran kognitif. Itu berarti semakin banyak pikiran dan gagasan yang dimiliki seseorang, semakin kaya dan luaslah alam pikiran kognitif orang itu.
Belajar kognitif penting dalam belajar. Dalam belajar, seseorang tidak bisa melepaskan diri dari kegiatan belajar kognitif. Belajar adalah proses mental yang bergerak ke arah perubahan.
3. Belajar Menghafal
Menghafal adalah suatu aktivitas menanamkan suatu materi verbal di dalam ingatan, sehingga nantinya dapat diproduksikan (diingat) kembali secara harfiah, sesuai dengan materi yang asli. Peristiwa menghafal merupakan proses mental untuk mencamkan dan menyimpan kesan-kesan, yang nantinya suatu waktu bila diperlukan dapat diingat kembali ke alam sadar.
Ciri khas dari hasil belajar/kemampuan yang diperoleh adalah reproduksi secara harfiah dan adanya skema kognitif. Adanya skema kognitif berarti, hahwa dalam ingatan orang tersimpan secara baik semacam program informasi yang diputar kembali pada waktu dibutuhkan, seperti yang terjadi pada komputer.
Dalam menghafal, ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan, yaitu mengenai tujuan, pengertian, perhatian, dan ingatan. Efektif tidaknya dalam menghafal dipengaruhi oleh syarat-syarat tersebut. Menghafal tanpa tujuan menjadi tidak terarah, menghafal tanpa pengertian menjadi kabur, menghafal tanpa perhatian adalah kacau, dan menghafal tanpa ingatan adalah sia-sia.
4. Belajar Teoretis
Bentuk belajar ini bertujuan untuk menempatkan semua data dan fakta (pengetahuan) dalam suatu kerangka organisasi mental, sehingga dapat dipahami dan digunakan untuk memecahkan prob¬lem, seperti terjadi dalam bidang-bidang studi ilmiah. Maka, diciptakan konsep-konsep, relasi-relasi di antara konsep-konsep dan struktur¬struktur hubungan.
5. Belajar Konsep
Konsep atau pengertian adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Orang yang memiliki konsep mampu mengadakan abstraksi'terhadap objek-objek yang dihadapi, sehingga objek ditempatkan dalam golongan tertentu. Objek-objek dihadirkan dalam kesadaran orang dalam bentuk representasi mental tak berperaga. Konsep sendiri pun dapat dilambangkan dalam bentuk suatu kata (lambang bahasa).
Dalam bentuk belajar ini, orang mengadakan abstraksi, yaitu dalam objek-objek yang meliputi benda, kejadian dan orang, hanya ditinjau pada aspek-aspek tertentu saja. Objek tidak ditinjau dalam semua detailnya, tetapi aspek tertentu seolah-olah diambil, diangkat, dan disendirikan. Konsep/pengertian adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang memiliki ciri-ciri yang sama. Belajar konsep merupakan salah satu cara belajar dengan pemahaman. Ciri khas dari konsep yang diperoleh sebagai hasil belajar pengertian ini adalah adanya skema konseptual. Skema konseptual adalah suatu keseluruhan kognitif, yang mencakup semua ciri khas yang terkandung dalam suatu pengertian.
Konsep dibedakan atas konsep konkret dan konsep yang harus didefinisikan: Konsep konkret adalah pengertian yang menunjuk pada objek-objek dalam lingkungan fisik. Konsep ini mewakili benda tertentu, seperti meja, kursi, tumbuhan, rumah, mobil, sepeda motor, dan sebagainya. Konsep yang didefinisikan adalah konsep yang mewakili realitas hidup, tetapi tidak langsung menunjuk pada realitas dalam lingkungan hidup fisik, karena realitas itu tidak berbadan. Hanya dirasakan adanya melalui proses mental. Misalnya, saudara sepupu, saudara kandung, paman, bibi, belajar, perkawinan, dan sebagainya,
Akhirnya, belajar konsep adalah berpikir dalam konsep dan belajar pengertian. Taraf ini adalah taraf komprehensif. Taraf kedua dalam taraf berpikir. Taraf pertamanya adalah taraf pengetahuan, yaitu belajar reseptif atau menerima.

6. Belajar Kaidah
Belajar kaidah (rule) termasuk dari jenis belajar kemahiran intelektual (intelectual skill), yang dikemukakan oleh Gagne. Belajar kaidah adalah bila dua konsep atau lebih dihubungkan satu sama lain, terbentuk suatu ketentuan yang merepresentasikan suatu keteraturan. orang yang telah mempelajari suatu kaidah, mampu menghubungkan beberapa konsep. Misalnya, seseorang berkata, "besi dipanaskan memuai". Karena seseorang telah menguasai konsep dasar mengenai "besi", "dipanaskan" dan "memuai", dan dapat menentukan adanya suatu relasi yang tetap antara ketiga konsep dasar itu (besi, dipanaskan, dan memuai), maka dia dengan yakin mengatakan bahwa "besi dipanaskan memuai".
Kaidah adalah suatu pegangan yang tidak dapat diubah-ubah. Kaidah merupakan suatu representasi (gambaran) mental dari kenyataan hidup dan sangat berguna dalam mengatur kehidupan sehari-hari. Hal ini berarti bahwa kaidah merupakan suatu keteraturan yang berlaku sepanjang masa.
7. Belajar Berpikir
Dalam belajar ini, orang dihadapkan pada suatu masalah yang harus dipecahkan, tetapi tanpa melalui pengamatan dan reorganisasi dalam pengamatan. Masalah harus dipecahkan melalui operasi mental, khususnya menggunakan konsep dan kaidah serta metode¬metode bekerja tertentu.
Berpikir adalah kemampuan jiwa untuk meletakkan hubungan antara bagian¬bagian pengetahuan. Ketika berpikir dilakukan, maka di sana terjadi suatu proses. Oleh karena itulah, John Dewey dan Wertheimer memandang berpikir sebagai proses. Dalam proses itu tekanannya terletak pada penyusunan kembali kecakapan kognitif (yang bersifat ilmu pengetahuan).
Dalam konteks ini ada istilah berpikir konvergen dan berpikir divergen. Berpikir konvergen adalah berpikir menuju satu arah yang benar atau satu jawaban yang paling tepat atau satu pemecahan dari suatu masalah. Berpikir divergen adalah berpikir dalam arah yang berbeda-beda, akan diperoleh jawaban-jawaban unit yang berbeda¬beda, tetapi benar.
Konsep Dewey tentang berpikir menjadi dasar untuk pemecahan masalah adalah sebagai berikut.
a. Adanya kesulitan yang dirasakan dan kesadaran akan adanya masalah.
b. Masalah itu diperjelas dan dibatasi.
c. Mencari informasi atau data dan kemudian data itu diorganisasikan.
d. Mencari hubungan-hubungan untuk merumuskan hipotesis¬
e. hipotesis, kemudian hipotesis-hipotesis itu dinilai, diuji agar dapat ditentukan untuk diterima atau ditolak.
f. Penerapan pemecahan terhadap masalah yang dihadapi sekaligus
g. berlaku sebagai pengujian kebenaran pemecahan tersebut untuk dapat sampai pada kesimpulan.
Menurut Dewey, langkah-langkah dalam pemecahan masalah adalah sebagai berikut.
a. Kesadaran akan adanya masalah.
b. Merumuskan masalah.
c. Mencari data dan merumuskan hipotesis-hipotesis.
d. Menguji hipotesis-hipotesis itu. e. Menerima hipotesis yang benar.
Meskipun diperlukan langkah-langkah, menurut Dewey, tetapi pemecahan masalah itu tidak selalu mengikuti urutan yang teratur, melainkan dapat meloncat-loncat antara macam-macam langkah tersebut. Lebih-lebih apabila orang berusaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks.
Setiap pemecahan masalah memerlukan taraf berpikir. Ini membuktikan bahwa taraf berpikir itu sendiri bermacam-macam, yaitu taraf berpikir pengetahuan, komprehensif, aplikasi, analisis, dan sintesis, serta evaluasi.

8. Belajar Keterampilan Motorik (Motor Skill)
Orang yang memiliki suatu keterampilan motorik, mampu melakukan suatu rangkaian gerak-gerik jasmani dalam urutan tertentu, dengan mengadakan koordinasi antara gerak-gerik berbagai anggota badan secara terpadu. Keterampilan semacam ini disebut "motorik", karena otot, urat dan persendian terlibat secara langsung, sehingga keterampilan sungguh-sungguh berakar dalam kejasmanian. Ciri khas dari keterampilan motorik adalah "otomatisme", yaitu rangkaian gerak-gerik berlangsung secara teratur dan berjalan dengan lancar dan supel, tanpa dibutuhkan banyak refleksi tentang apa yang harus dilakukan dan mengapa diikuti urutan gerak-gerik tertentu. Misalnya, seorang sopir sudah menguasai keterampilan mengendarai kendaraannya sedemikian rupa, sehingga konsentrasinya tidak seluruhnya termakan oleh penanganan peralatan lalu-lintas di jalan.
9. Belajar Estetis
Bentuk belajar ini bertujuan membentuk kemampuan menciptakan dan menghayati keindahan dalam berbagai bidang kesenian. Belajar ini mencakup fakta, seperti nama Mozart sebagai penggubah musik klasik; konsep-konsep, seperti ritme, tema dan komposisi; relasi¬relasi, seperti hubungan antara bentuk dan isi; struktur-struktur, seperti sistematika warna dan aliran-aliaran dalam seni lukis; metode-metode, seperti menilai mutu dan originalitas suatu karya seni.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta : Rineka Cipta
 


ليست هناك تعليقات:

إرسال تعليق