E. Jenis-Jenis Belajar
Jenis-jenis belajar dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Belajar Arti Kata-Kata
Belajar arti kata-kata maksudnya adalah orang mulai menangkap arti
yang terkandung dalam kata-kata yang digunakan. Pada mulanya suatu kata sudah
dikenal, tetapi belum tahu artinya. Setiap pelajar atau mahasiswa pasti belajar
arti kata-kata tertentu yang belum diketahui. Tanpa hal ini, maka sukar
menggunakannya. Kalaupun dapat menggunakannya, tak urung ditemukan kesalahan
penggunaan. Mengerti arti kata-kata merupakan dasar terpenting. Orang yang
membaca akan mengalami kesukaran untuk memahami isi bacaan. Karena ide-ide yang
terpatri dalam suatu kata atau kalimat hanya dapat dipahami dengan mengerti
arti setiap kata. Dengan kata-kata itulah, para penulis atau pengarang
melukiskan ide-idenya kepada sidang pmbaca. Oleh karena itu, penguasaan arti
kata-kata adalah penting dalam belajar.
2. Belajar Kognitif
Tak dapat disangkal bahwa belajar kognitif bersentuhan dengan
masalah mental. Objek-objek yang diamati dihadirkan dalam diri seseorang
melalui tanggapan, gagasan, atau lambang yang merupakan sesuatu bersifat
mental. Dalam belajar kognitif, objek-objek yang ditanggapi tidak hanya yang
bersifat materiil, tetapi juga yang bersifat tidak materiil. Objek-objek yang
bersifat materiil misalnya antara lain, orang, binatang, bangunan, kendaraan,
perabot rumah tangga, dan tumbuh¬tumbuhan. Objek-objek yang bersifat tidak
materiil misalnya seperti ide kemajuan, keadilan, perbaikan, pembangunan, dan
sebagainya.
Bila tanggapan berupa objek-objek materiil dan tidak materiil telah
dimiliki, maka seseorang telah mempunyai alam pikiran kognitif. Itu berarti
semakin banyak pikiran dan gagasan yang dimiliki seseorang, semakin kaya dan
luaslah alam pikiran kognitif orang itu.
Belajar kognitif penting dalam belajar. Dalam belajar, seseorang
tidak bisa melepaskan diri dari kegiatan belajar kognitif. Belajar adalah
proses mental yang bergerak ke arah perubahan.
3. Belajar Menghafal
Menghafal adalah suatu aktivitas menanamkan suatu materi verbal di
dalam ingatan, sehingga nantinya dapat diproduksikan (diingat) kembali secara
harfiah, sesuai dengan materi yang asli. Peristiwa menghafal merupakan proses
mental untuk mencamkan dan menyimpan kesan-kesan, yang nantinya suatu waktu
bila diperlukan dapat diingat kembali ke alam sadar.
Ciri khas dari hasil belajar/kemampuan yang diperoleh adalah
reproduksi secara harfiah dan adanya skema kognitif. Adanya skema kognitif
berarti, hahwa dalam ingatan orang tersimpan secara baik semacam program
informasi yang diputar kembali pada waktu dibutuhkan, seperti yang terjadi pada
komputer.
Dalam menghafal, ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan, yaitu
mengenai tujuan, pengertian, perhatian, dan ingatan. Efektif tidaknya dalam
menghafal dipengaruhi oleh syarat-syarat tersebut. Menghafal tanpa tujuan
menjadi tidak terarah, menghafal tanpa pengertian menjadi kabur, menghafal
tanpa perhatian adalah kacau, dan menghafal tanpa ingatan adalah sia-sia.
4. Belajar Teoretis
Bentuk belajar ini bertujuan untuk menempatkan semua data dan fakta
(pengetahuan) dalam suatu kerangka organisasi mental, sehingga dapat dipahami
dan digunakan untuk memecahkan prob¬lem, seperti terjadi dalam bidang-bidang
studi ilmiah. Maka, diciptakan konsep-konsep, relasi-relasi di antara
konsep-konsep dan struktur¬struktur hubungan.
5. Belajar Konsep
Konsep atau pengertian adalah satuan arti yang mewakili sejumlah
objek yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Orang yang memiliki konsep mampu
mengadakan abstraksi'terhadap objek-objek yang dihadapi, sehingga objek
ditempatkan dalam golongan tertentu. Objek-objek dihadirkan dalam kesadaran
orang dalam bentuk representasi mental tak berperaga. Konsep sendiri pun dapat
dilambangkan dalam bentuk suatu kata (lambang bahasa).
Dalam bentuk belajar ini, orang mengadakan abstraksi, yaitu dalam
objek-objek yang meliputi benda, kejadian dan orang, hanya ditinjau pada
aspek-aspek tertentu saja. Objek tidak ditinjau dalam semua detailnya, tetapi
aspek tertentu seolah-olah diambil, diangkat, dan disendirikan. Konsep/pengertian
adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang memiliki ciri-ciri yang
sama. Belajar konsep merupakan salah satu cara belajar dengan pemahaman. Ciri
khas dari konsep yang diperoleh sebagai hasil belajar pengertian ini adalah
adanya skema konseptual. Skema konseptual adalah suatu keseluruhan kognitif,
yang mencakup semua ciri khas yang terkandung dalam suatu pengertian.
Konsep dibedakan atas konsep konkret dan konsep yang harus
didefinisikan: Konsep
konkret adalah pengertian yang menunjuk pada objek-objek dalam lingkungan
fisik. Konsep ini mewakili benda tertentu, seperti meja, kursi, tumbuhan,
rumah, mobil, sepeda motor, dan sebagainya. Konsep yang didefinisikan adalah
konsep yang mewakili realitas hidup, tetapi tidak langsung menunjuk pada
realitas dalam lingkungan hidup fisik, karena realitas itu tidak berbadan.
Hanya dirasakan adanya melalui proses mental. Misalnya, saudara sepupu, saudara
kandung, paman, bibi, belajar, perkawinan, dan sebagainya,
Akhirnya, belajar konsep adalah berpikir dalam konsep dan belajar
pengertian. Taraf ini adalah taraf komprehensif. Taraf kedua dalam taraf
berpikir. Taraf pertamanya adalah taraf pengetahuan, yaitu belajar reseptif
atau menerima.
6. Belajar Kaidah
Belajar kaidah (rule) termasuk dari jenis belajar kemahiran
intelektual (intelectual skill), yang dikemukakan oleh Gagne. Belajar kaidah
adalah bila dua konsep atau lebih dihubungkan satu sama lain, terbentuk suatu
ketentuan yang merepresentasikan suatu keteraturan. orang yang telah
mempelajari suatu kaidah, mampu menghubungkan beberapa konsep. Misalnya,
seseorang berkata, "besi dipanaskan memuai". Karena seseorang telah
menguasai konsep dasar mengenai "besi", "dipanaskan" dan
"memuai", dan dapat menentukan adanya suatu relasi yang tetap antara
ketiga konsep dasar itu (besi, dipanaskan, dan memuai), maka dia dengan yakin
mengatakan bahwa "besi dipanaskan memuai".
Kaidah adalah suatu pegangan yang tidak dapat diubah-ubah. Kaidah
merupakan suatu representasi (gambaran) mental dari kenyataan hidup dan sangat
berguna dalam mengatur kehidupan sehari-hari. Hal ini berarti bahwa kaidah
merupakan suatu keteraturan yang berlaku sepanjang masa.
7. Belajar Berpikir
Dalam belajar ini, orang dihadapkan pada suatu masalah yang harus
dipecahkan, tetapi tanpa melalui pengamatan dan reorganisasi dalam pengamatan.
Masalah harus dipecahkan melalui operasi mental, khususnya menggunakan konsep
dan kaidah serta metode¬metode bekerja tertentu.
Berpikir adalah kemampuan jiwa untuk meletakkan hubungan antara
bagian¬bagian pengetahuan. Ketika berpikir dilakukan, maka di sana terjadi
suatu proses. Oleh karena itulah, John Dewey dan Wertheimer memandang berpikir
sebagai proses. Dalam proses itu tekanannya terletak pada penyusunan kembali
kecakapan kognitif (yang bersifat ilmu pengetahuan).
Dalam konteks ini ada istilah berpikir konvergen dan berpikir
divergen. Berpikir konvergen adalah berpikir menuju satu arah yang benar atau
satu jawaban yang paling tepat atau satu pemecahan dari suatu masalah. Berpikir
divergen adalah berpikir dalam arah yang berbeda-beda, akan diperoleh
jawaban-jawaban unit yang berbeda¬beda, tetapi benar.
Konsep Dewey tentang berpikir menjadi dasar untuk pemecahan masalah
adalah sebagai berikut.
a. Adanya kesulitan yang dirasakan dan kesadaran akan adanya
masalah.
b. Masalah itu diperjelas dan dibatasi.
c. Mencari informasi atau data dan kemudian data itu
diorganisasikan.
d. Mencari hubungan-hubungan untuk merumuskan hipotesis¬
e. hipotesis, kemudian hipotesis-hipotesis itu dinilai, diuji agar
dapat ditentukan untuk diterima atau ditolak.
f. Penerapan pemecahan terhadap masalah yang dihadapi sekaligus
g. berlaku sebagai pengujian kebenaran pemecahan tersebut untuk
dapat sampai pada kesimpulan.
Menurut Dewey,
langkah-langkah dalam pemecahan masalah adalah sebagai berikut.
a. Kesadaran akan adanya masalah.
b. Merumuskan masalah.
c. Mencari data dan merumuskan hipotesis-hipotesis.
d. Menguji hipotesis-hipotesis itu. e. Menerima hipotesis yang
benar.
Meskipun diperlukan langkah-langkah, menurut Dewey, tetapi
pemecahan masalah itu tidak selalu mengikuti urutan yang teratur, melainkan
dapat meloncat-loncat antara macam-macam langkah tersebut. Lebih-lebih apabila
orang berusaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks.
Setiap pemecahan masalah memerlukan taraf berpikir. Ini membuktikan
bahwa taraf berpikir itu sendiri bermacam-macam, yaitu taraf berpikir
pengetahuan, komprehensif, aplikasi, analisis, dan sintesis, serta evaluasi.
8. Belajar Keterampilan Motorik (Motor Skill)
Orang yang memiliki suatu keterampilan motorik, mampu melakukan
suatu rangkaian gerak-gerik jasmani dalam urutan tertentu, dengan mengadakan
koordinasi antara gerak-gerik berbagai anggota badan secara terpadu.
Keterampilan semacam ini disebut "motorik", karena otot, urat dan
persendian terlibat secara langsung, sehingga keterampilan sungguh-sungguh
berakar dalam kejasmanian. Ciri khas dari keterampilan motorik adalah
"otomatisme", yaitu rangkaian gerak-gerik berlangsung secara teratur
dan berjalan dengan lancar dan supel, tanpa dibutuhkan banyak refleksi tentang
apa yang harus dilakukan dan mengapa diikuti urutan gerak-gerik tertentu.
Misalnya, seorang sopir sudah menguasai keterampilan mengendarai kendaraannya
sedemikian rupa, sehingga konsentrasinya tidak seluruhnya termakan oleh
penanganan peralatan lalu-lintas di jalan.
9. Belajar Estetis
Bentuk belajar ini bertujuan membentuk kemampuan menciptakan dan
menghayati keindahan dalam berbagai bidang kesenian. Belajar ini mencakup
fakta, seperti nama Mozart sebagai penggubah musik klasik; konsep-konsep,
seperti ritme, tema dan komposisi; relasi¬relasi, seperti hubungan antara
bentuk dan isi; struktur-struktur, seperti sistematika warna dan aliran-aliaran
dalam seni lukis; metode-metode, seperti menilai mutu dan originalitas suatu
karya seni.
Djamarah,
Syaiful Bahri. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta : Rineka Cipta
ليست هناك تعليقات:
إرسال تعليق